Welcome to student

disediakan bagi siswa / mahasiswa yang kesulitan mencari bahan-bahan mata pelajaran / mata kuliah biza mencari pada blog ini....
GOOD LUCK !!!

Selasa, 21 Juni 2011

“AQIDAH ISLAM. AKHLAK, ETIKA, MORAL DAN BUDI PEKERTI. FUNGSI AQIDAH”


MAKALAH
PEMBELAJARAN AQIDAH AHLAK II

AQIDAH ISLAM.
AKHLAK, ETIKA, MORAL DAN BUDI PEKERTI.
FUNGSI AQIDAH”















Disusun oleh Kelompok 1:

     Fery.Muamar



PAI Smester V


FAKULATAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR
2010


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum .Wr. Wb.

            Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas nikmat dan karunianya kami dapat mnyelesaikan tugas makalah ini.
            Makalah ini selain disusun dalam rangka memenuhi bahan perkuliahan bagi para maha siswa, dan untuk dipresentasikan.
            Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masaih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi kami sebagai penyusun akan menerima dengan senang hati keritik dan saran  yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
            Terakhir kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penyusun dan bagi pembaca umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


                                                                                                  Bogor, 08 September  2010



                                                                                                   Penyusun.



BAB I

AQIDAH ISLAM

A. Sumber-sumber Aqidah Islam
1. Sumber Naqli


Artinya:ƒ 
2.  Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,
3.  (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka.
(Q.S. Al-Baqarah : 2-3)
            Bahwa maksud ayat 2 surat Al-Baqarah adalah Petunjuk itulah hakikatnya, petunjuk itulah tabiatnya, petunujuk itulah eksistensinya, dan petunjuk itu pulalah materinya. Akan tetapi, bagi siapakah gerangan petunjuk itu? Untuk siapakah kitab ini menjadi petunjuk,  cahaya, pemandu, penasihat, dan pemberi penjelasan?
            Bagi orang-orang yang bertakwa. Ketakwaan di dalam  hati itulah yang menjadikan yang berasangkutan layak mendapat manfaat kitab ini. Ketakwaan yang membuka kunci-kunci hati, hingga kitab itu masuk kedalamnya dan memainkan perannya di sana. Ketakwaan yang menjadikan hati ini tanggap, mau menerima, dcan menyambut kitab suci itu.
            Oleh karena itu, orang yang ingin mendapatkan petunjuk di dalam al-qur’an haruslah datang kepadanya dengan hati yang bersih, sehat dan sejahtera. Dengan hati yang tulus murni. Kemudian datang kepadanya dengan hati yang takut dan berhati-hati, khawatir berada dalam kesesatan dan diperdayakan oleh kesesatan. Nah pada waktu itu terbukalah rahasia-rahasia dan cahaya Al-Qur’an,  tercurah semuanya  di dalam hati yang datang kepadanya dengan hati yang takwa, takut, responsif, dan siap untuk menerimanya. 
            Diriwayatkan bahwa Umar ibn Khattab r.a pernah bertanya kepada Ubay bin Ka’ab tentang takwa, lalu Ubay mennjawab sambil  bertanya, ”per nahkan enggkau melewati jalan yang penuh duri? Umar menjawab,”Pernah.” Ubay bertanya lagi, ”Apakah gerangan yang engkau lalukan? ”Umar  menjawab,”Aku berhati-hati dan berupaya menghindarinya.” Ubay berkata , ”Itulah takwa”.
            Itulah takwa, sensitivitas dalam hati, kepekaan da lam persaan, responsif, selalu takut, senantiasa berhati-hati, dan selalu menjaga diri dari duri-duri di jalan, jalan lkehidupan yang penuh dengan duri-duri kesenangan dan  syahwat, duri keinginan dan ambisi, duri kekhawatiran dan ketakutan, duri-duri harapan palsu terhadap orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi harapan, dan ketakutan palsu terhadap orang yang tidak memiliki kekuasaan untuk memberikan manfaat dan mudharat, dan berpulu-puluh macam duri lainnya.
            Kemudian ayat yang  ketiga dari surat Al-Baqarah menerangkan karakter dan sifat-sifat orang yang mutaqqin.
            Ciri pertama bagi orang yang muttaqin ialah, kesatuan persaan yang positif dan aktif. Suatu kesatuan yang menghimpun di dalam jiwa mereka iman kepada yang gaib dengan menunaikan kewajiban. Iman kepada para rasul secara  keseluruhan, dan sesudah itu nyakin kepada kehidupan hari akhirat. Inilah kelengkapan yang menjadi cici khas akidah islam, menjadi ciri khas jiwa yang beriman dengan akidah ini, yang  layak menjadi akidah yang terakhir untuk diterima oleh semua manusia, dan untuk menjaga kemanusiaan seluruhnya, agar manusia  dapat hidup dibawah naungannya dengan segenap persaannya dan Manhaj sistem hidupnya secara sempurna, mencakup perasaan, dan iman, amal serta peraturan.
            Kalau kita rinci ciri pertama orang yang takwa ini sesuai masing-masing kata yang menjadi bahan bentuknya,  maka beruntunglah bagi kita betapa kata-kata ini mengandung nilai yang asasi bagi kehidupan manusia secara keseluruhan.
”Mereka yang beriman kepada yang gaib”
                Maka, tidak ada yang dapat menghalangi perasaannya untuk mengadakan hubungan antara roh mereka dengan kekuatan terbesar yang  menjadi sumbernya, dan menjadi sumber alam semesta ini. Tidak ada yang menghalangi natara rohnya dan apa yang ada dibalik sesuatu yang dirasakan ini berupa hakikat-hakikat, kekuatan-kekuatan, potensi-potensi, ciptaan-ciptaan, dan semesta yang maujud.
            Iman yang gaib merupakan palang pintu yang dilewati oleh manusia, melewati tingkat bintang yang hanya  mengerti apa yang dicapai pancaindranya saja, menuju martabat manusia yang  mengerti bahwayang ada ini lebih besar dan lebih lengkap dari pada bingkai kecil terbatas yang bisa dicapai panca indra itu- dimana ia hanya sebagai arana untuk mengembangkan panacaindra menuju ke alam lebih luas itu. Inilah suatu peralihan yang memiliki pengaruh yang besar di dalam pikiran manusia terhdapa hakikat wujud semesta, hakikat wujud dirinya, dan hakikat  kekuatan lepas di alam semesta ini. Juga berpengaruh terhadap perasaannya kepada alam dan apa yang ada di balik alam semesta ini, bahwa di sana ada kekuatan dan pengaturan. Hal ini juga sangat berpengaruh terhadap kehidupannya di muka bumi. Maka, orang yang hidup dalam bingkai kecil yang cuma sebatas apa yang dapat dicapai pancaindranya saja, tidaklah sama dengan orang yang hidup di alam besar yang dicapai dengan mata dan pandangan batinya-yang memperoleh gema dan isyarat-isyaratnya di dalam suara dan lubuk hatinya. Ia meresa bahwa  jangkauannya lebih luas dalam masa dan tempat daripada segal sesuatu yang dicapai dalam pikirannya dalam usianya yang terbatas. Dan, juga dia merasa dibalik alam yang nyata dan tidak nyata terdapat hakikat yang lebih besar dari alam semesta ini, yang menjadi sumber alam, dan menjadi asal muasal wujudnya. Yaitu hakikat Zat Ilahi yang tidak dapat dicapai oleh pandangan mata dan tidak dapat digapai oleh akal pikiran manusia.
            Dengan semikian, tferpeliharalah kemampuan pikiran manusia yang terbatas jangkauannya itu dari bertindak sewenag-wenang, melalui batas dan sibuk dengan sesuatu yang ia tidak diciptakan untuknya, tidak diberi kemampuan untuk meliputinya, dan tidak ada gunanya sama sekali kalau ia mengunakan untuk itu. Sesungguhnya kemampuan pikiran yang diberikan kepada manusia adalah untuk menegakan kekhalifahan di muka bumi. Ia di serahi kehidupan yang praktis yang dekat (digeluti) ini, untuk memandanganya dan merenunginya, untuk bekerja dan berproduksi, mengembangkan dan memperindah kehidupan ini, dengan menggunakan potensi rohaninya untuk bethubungan secara langsung dengan alam semesta dan Sang  Maha penciptanya, serta meningalakan urusan  gaib yang tidak dapat dijangkau oleh akal pikirannbya itu.
            ”Yang mendrikan shalat”
                Maka, mereka menghadapakan dan mengarahkan ibadah kepada Allah yang  Maha Esa saja, dan dengan demikian meningkatlah derajat mereka, tidak menyembah kepada sesama hamba dan tidak menyemabah kepada benda. Mereka menghadapkan diri kepada Pemilik kekuatan Mutlak yang tak terbatas, mereka menundukan wajahnya kepada Allah dengan sebenar-benarnya dan berhubungan dengan-Nya siang dan malam, selalu merasa bahwa dia selalu berhubungan dengan Zat yang Wajib Wujudnya, dan dia mendapat kan bagi hidupnya tujuan yang lebih tinggi daripada berkuat di bumi dengan segala kebutuhannya. Ia merasa bahwa dirinya lebih kuat dari makhluk lain karena dia berhubungan dengan Pencipta makhlul-makhluk ini. Semua ini menjadi sumber kekuatan hatinya, sebagaimana ia menjadi sumber baginyauntuk menjauhi dosa dan berbuat takwa. Dan menjadi faktor penting dalam pembinaan  kepribadian dan menjadikannya memiliki persepsi Rabbaniyah, perasaan Rabbaniyah, dan perilaku Rabbaniyah yang selalu disertai dengan bimbingan ketuhanan.’
            ”Dan menafkahkan sebagian rezeki yang kami anugrahkan kepada mereka”
Maka, sejak awal mereka megerti bahwa harta yang ada ditangan mereka itu adalah rizki dari Allah, bukan hasil ciptaan dirinya sendiri. Nah, dari pengakuan terhadap nikmat rezeki ini maka ia ingin membagi kebaikan denga  semua makhluk, timbul rasa solidaritas sosialanya dengan sesama makhluk Allah, merasa sama-sama unsur mansia, dan mersakan unsur persaudaraan dengan sesama manusia. Nilai semua ini tercermin  dalam pembersihan jiwanya dari penyakit bakhil dan penyucian dengan melakuakan kebajikan. Dan nilainya lagi ialah menjadikan kehidupan sebagai lapangan untuk tolong-menolong bukan bukan untuk berperang dan bertengkar, untuk memberikan rasa aman kepada yang tak berdaya, lemah dan terbatas. Juga menimbulkan perasaan didala hati mereka bahawa mereka hidup dianatara hati, wajah, dan jiwa, bukan diantara kuku, pencakar dan taring.
            Infak disini mencakup zakat dan sedekah,. Dan segala sesuatu yang dinafkahkan untuk kebaikan dan kebajikan. Infak telah di syariatkan sebalum disyariatkannya zakat, karena infak merupan pokok yang menyeluruh, yang dikhususkan oleh nash-nas zakat namun tidak menghabiskan semuanya. Diriwayatkan di dalam  hadis Rasulullah saw dengan isnadnya dari Fatimah binti Qais:
اِنَّ فِيْ الْمَالِ حَقًّا سِوَى الزَّكَاةِ
Artinya:
“Sesungguhnya pada harta itu terdapat kewajiban selain zakat.”[1]
                                            (H.R. at-Tirmidzi)
Artinya:
“Dan (Ingatlah) di waktu Ibrahim Berkata kepada bapaknya, Aazar "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya Aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata."
                                                                                                                            (Q.S. Al-an’am: 74)


            Hai Rasul, ceritakanlah kepada orang-orang musyrik- yang telah kami terangkan kepadamu hujjah-hujjah atas kebatalan kemusyrikan dan kesessatan mereka, ketika mereka menyemah sesuatu yang tidak kasa untuk maendatangkan manfaat ataupun kemudaratan kepada mereka-ksah-kisah tentang nenek moyang mereka, ibarahim yang mereka agungkan, dan ereka mengaku-aku sebagai pengikut agamanya, ketika dia membentah kaumnya dan menjelaskan kebatilan  apa yang mereka perbuat. Yaitu ketika dia berkata kepada bapaknya, azar-sambil mengingkari kemusyrikan kaumnya, serta penyemabahannya terhadap berhala dengan meninggalakan penyembahan terhadap penciptanya. “hai azar, apakah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan yang kamu sembah selain Allah yang telah menciptakanmu dan menciptakanya, padahala hanya Di-lah yang berhak disembah?”[2]

            Sesungguhnya aku melihatmu dan kaumu yang sama-sama menyembah berhala ini berada dalam kesesatan yang nyata dari jalan lurus, tidak ada keraguan padanya untuk mengikuti petunjuk. Berhala-behala ini adalah patung-patung yang kalian pahat dari batu, kalian buat dari kayu, atau dari logam, sedang derajat kalkian lebih tinggi dan mulia dari padanya. Menurut zatnya ia bukan tuhan. Hanya kalian saja yang menjadikan sebagai tuhan.  Tidak layak bagi orang yang berakal untuk menyembah apa yang sebanding dengannya dalam penciptaan, tidak pula yang berada di dalam kekuasaan Al-Khaliq, butuh kepada Allah Yang Maha Kaya lagi Maha Kuasa, tidak kuasa untuk mendatangkan manfat maupun kemudaratan, tidak pula dapat memberi dan menahan pemberian.[3]
 ” Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”.

Berdasarkan tafsir Al-Maragi karangan Ahmad Mustofa Al-Maragi bahwa maksud ayat di atas adalah:
            Bagaimanakah ia sesat dan menyeleweng, padahal ia tidak berbicara menurut kemauan hawa nafsunya. Orang yang sesat hanyalah orang yang berbicara menurut hawa  nafsunya. Hal ini di tunjukan oleh firman allah:
Ÿ
”dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah”.
                                                                                                (Q.S. Shaad: 26)
            Selanjutnya Allah lebih menegaskan lagi hal ini dengan firman-Nya:
ƒ
            Rasulullah saw, hanyalah mengucapkan apa yang diperintahkan kepadanya supaya ia sampaikan kepada umat manusia dengan sempurna tanpa ditambah maupun dikurangi.
            Ahmad telah meriwayatkan dari Abdullah bin amr, ia berkata, saya menulis segala sesuatu yang saya dengar dari rasulullah saw. Hal-hal yang ingin saya hafalkan, lalu saya dilarang oleh orang-orang quraisy. Mereka berkata, sesungguhnya kamu menulis segala sesuatu yang kamu dengar dari Rasulullah saw. Padahal Rasulullah itu manusia biasa, ia berbicara ketika marah. Maka kaupun berhenti dari menulis. Namun keudian saya ceritakan kepada Rasulullah saw, maka belkiau bersabda:”Tulislah. Demi Allah yang jiwaku ada pada  kekuasa-Nya, tidaklah keluar dariku kecuali yang benar saja.”
            Juga diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw, bersabda:” aku tidak mengucapkan kecuali kata-kata yang benar.” maka sebagian sahabat berkata, ”Sesungguhnya engkau bermain-main dengan kami, ya Rasulullah.” Sabda beliau, ”Sesungguhnya aku tidak mengucapkan kecuali kata-kata yang benar.”

2. Aqidah Islam dan Aqidah para Nabi sebelumnya.
  
Artinya:
  Dia Telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang Telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang Telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang Telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama[1340] dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).
     (Q.S. As-Syuraa: 13)

            Allah mensyariatkan untukmu sekalian agama, seperti yang telah Dia syariatkan kepada Nuh dan rasul-rasul sesudahnya yang mempunyai syariat-syariat dan rasul-rasul Ulul ’Azmi dan Allah menyruh ikut agama tersebut, dengan suruhan yang kuat. Nabi-nabi tersebut disebutkan  secara khusus karena martabat mereka yang tinggi dan  kemashuran mereka yang pesat, juga kare na hati orang-orang kafirpun cenderung untuk mengikutinya karena kebanyakan mereka sepakat atas kenabian tokoh-tokoh tersebut, khususnya orang-orang yahudi terhadap nabi Musa as. Dan orang-orang nasrani terhadap nabi Isa as. Dan kalau tidak, maka hal itu karena setiap  nabi diperintahkan dengan satu perintah, yaitu menegakan agama islam, yaitu tauhid berarti perinsip-perinsip syariat dan hukum-hukum yang tidak berbeda dengan adanya perbedaan masa, seperti beriman kepada Allah dan hari akhir, serta para malaikat, dan juga melakukan akhlak-akhlak yang mulia dan sifat-sifat utama.
            Ayat ini merupakan isyarat, bahwa apa yang Allah syariatkan kepada mereka bersumber dari Allah yang sempurna ilmu dan hikmah-Nya, dan bahwa semua itu adalah  merupakan agama lama yang disepakati oleh semua rasul Allah.[4]
            Jadikanlah agama  ini, yaitu agama tauhid dan  memurnikan ibadah bagi allah, menjadi tegak buat selam-lamanya, dan peliharalah ia jangan sampai terjadi didalamnya penyelewengan atau  kegoncangana, dan janganlah kamu berpecah belah menganiaya, yakni kamu melakukan sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain, , natau sebagaian dari kalian melakukan perinsip-perinsip yang telah Aku syariatkan kepadamu ini, sedang sebagian yang lain meninggalakan.
            Larangan disini adalah larangan terhadap berpecah belah mengenai perinsip-perinsip syariat. Adapun mengenai rincian-rinciannya maka para nabi memang tidak bersatu mengenainya, sebagaimana diisyaratkan hal itu oleh firman allah ta’ala:
. ”untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang.” [5]
                                                                                    (Q.S. Al-Maidah: 48)
ƒ
            Allah memilih siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan mendekatkan mereka kepada-Nya dengan pendekatan kemuliaan, dan memberi taufik kepada orang-orang yang bertaubat dari kemaksiatan-kemaksiatan, sehingga dapat melakukan ketaatan kepada Allah dan mengikuti kebenaran yang karenanya Dia membangkitakan nabi-Nya.[6]

59.  Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, Kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), Maka jadilah Dia. (Q.S. Al—Imran: 59)
ž
    Sesungguhnya, perempuan Isa dan sipat \nya dalam masalah penciptaan oleh ALLAH, tidak seperti perumpamaan yang telah lalu. Masalah nya sama dengan pencipta  Nabi As. Kemudian, perempuan ini penjelasanya dirinya melalui ayat berikut ini:?
Penciptanya telah di temukan, dan di bentuk jasadnya dari tanah mai yang dikenai air, sehingga tanah tersebut menjadi liat dan  lekat.
Dalam ayat ini terkandung penjelasan mengenai contoh yang menjelaskan segi-segi persamaan antara keduanya, sekaligus merupakan bantahan terhadap tuduhan  para seterunya. Sebab, pengingkari penciptaan Isa as, yang tanpa bapak, dan dalam aktu sama mengakui pencptaan adam yang tanpa bapak-ibu, termasuk hal yang seharusnya tidak mungkin terjadi. Hal itu tidak bisa diterima oleh akal.
  Kemudian Allah SWT, menciptakannya menjadi manusia dengan meniupkan ruh ke dalam tubuhnya.[7]
 Artinya:
” Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (Tidak mengerjakan sihir), Hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut,”
                                                                                    (Q.S. Al-Baqarah: 102)
         
            Artinya, sebagian diantara pendeta-pendeta yahudi dan ulama-ulamanya mengikuti jejak orang-orang yang mengesampingkan taurat. Seakan-akan mereka itu tidak mengetahui masalah yang sebenarnya, padahal merekaitu sangat mengetahui. Sebaliknya, mereka lebih suka mengikuti praktek sihir yang diajarkan setan-setan di masa nabi Sulaiman ibnu Daud, mereka pun mengamalkannya, padahal perbuatan itu merupakan kerugian nyata bagi mereka.           
            Mereka menduga bahwa nabi sulaiaman yang menghimpun kitab-kitab sihir dari orang-orang yang ahli dibidang itu. Kemudian kitab-kitab itu dipendam dibawah kursi kerajaannya. Tetapi, kitab tersebut  digali hingga ketemu oleh orang-orang yang mengetahui.kemudian secara turun temurun  diajarkan kepada kebannyakan orang. Padahala kisah seperti ini hanya merupakan buatan mereka didalam rangka memuaskan hawa nafsu. Kemudian masalah ini dinisbatkan kepada nabi Sulaiman agar mendapat  kepercayaan dari orang banyak. Tapi semuanya itu bohong belaka, dan justru merekalah yang melakukan praktek sihir.[8]
            Artinya, nabi Sulaiaman sama sekali tidak pernah mempraktekan sihir. Sebab, jikan beliau melakukan sihir tersebut, maka berarti beliau telah kufur kepada Allah SWT. Karena mengingat Sulaiman seorang nabi, berarti sihir itu betentangan dengan kenabiannya. Hal ini karena sihir pada kenyataannya adalah praktek penipuan dan pemalsuan, sedang para nabi bersih dari pada perbuatan seperti itu.[9]
             Artinya sebenarnya, manusia, setan dan jinlah yang melakukan praktek sihir tesebut. Mrekalah  yang menghimpun sihir kemudian mengajarkan kepada banyak orang. Karena mereka termasuk orang yang kafir.[10]
Di dalam al-Qur’an disebutkan tentang sihir pada beberapa tempat. Terutama sekali pada ayat yang menceritankan antara Musa dengan Fir’aun. Al-Qur’an menyatakan bahwa perbuatan sihir itu hanyalah tipuan pandangan mata saja. Sehingga mata memandang sesuatu yang sebenarnya bukan apa-apa. Seperti diungkapakan dalam firman allah:
  
Artinya:
”... terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka.”                                                                                                                       (Q.S. Thahaa: 66)

Artinya:
”...Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut..”
 (Q.S Al-A’raf: 116)
           
Ayat-ayat al-Qur’an merupakan nash yang jelas dab menjelasakan bahwa sihir itu bisa dipelajrai dan diajarkan. Dalam  hal ini sejarah cukup bisa dijadikan sebagai bukti.
Sihir  itu terkadang tipuan dan jampi-jampi, dan terkadang bikinan atau pengetahuan yang hanya diketahui oleh orang-orang tertentu. Karenanya, perbuatan di sebut sebagai sihir karena sebabnya sangat abstrak. Para sejarawan mengatakan bahwa para tukang sihir Fir’aun ketika menghadapa nabi Musa mereka menggunakan air raksa untuk menumpakan tali dan tongkat dalam wujud ular. Sehingga tampak pada pandangan penonton, seakan-akan tali itu adalah ular yang melata kesana kemari.
Sudah menjadi kebiasaan bahwa sihir dijadikan sebagai mata pencaharian. Dalam prakteknya mereka mengucapkan kata-kata dan nama-nama asing dan abstrak. Nama-nama tersebut dikenal sebagaimana setan dan jin. Dalam gambaran mereka, setan dan jin itu akan membantu para ahli sihir dan mengabulkan seluruh permintaanya, karena jin itu tunduk kepada mereka. Inilah yang merupakan sumber keyakinan khlayak ramai yang mengatakan sihir itu meminta bantuan kepada setan dan ruh penasaran.
Kekuatan inilah yang bisa mempengaruhi ilusi, dan berdasarkan percobaan, memang terbukti. Keyakinan yang sudah dikenal itu  membuata tukang sihir tidak bersusah payah di dalam mempengaruhi khalayak ramai yang menjadi objek sihir.[11]
!$tBur tAÌRé& n?tã Èû÷üx6n=yJø9$# Ÿ@Î/$t6Î/ |Nr㍻yd šVr㍻tBur
            Kebiasaan orang-orang dizaman Harut dan Marut sama seperti keadaan kita sekarang. Jika bermaksud memutuskan permasalahan rohaniah, mereka akan berkonsultasi dengan orang bijak dan agung, yakni para ahli takwa dan bijak.
            Menurut pengertian lahiriyah, ayat ini menunjukan bahwa payang diturunkan kepada harut dan Marut bukanlah ilmu sihir. Tetapi sejenis ilmu sihir, keduanya mendapat ilham dan petunjuk tenbtang ilmu ini tanpa seorangpun pengajar. Hal seperti ini terkadang diesbut juga sebagai wahyu, seperti yang disebutkan dalam firman Allah:ÏÑÈ
”Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia",[12]
                                                                                                (An-Nahl: 68)

3. Aqidah Islam Sesuai dengan Fitrah Manusia
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$#  ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ
30.  Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[1168],

óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym
            Maka arahkanlah wajahmu dengan lurus menuju kearah yang telah ditentukan oleh Tuhanmu demi taat kepada-Nya, yaitu arah agama yang lurus dan agama  fitrah. Dan berpalinglah kamu dari kesesatan untuk menuju kepada petunjuk.
4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ
            Tetaplah kalian semua pada fitrah yang telah diciptakan oleh Allah dalam diri manusia, karena sesungguhnya dia menjadikan dalam diri mereka fitrah yang selau cenderung kepada ajaran Tauhid, dan meyakinkannya. Hal itu karena ajaran tauhid itu sesuai dengan apa yang ditunjukan oleh akal dan yang membimbing kepadanya pemikirannya yang sehat.
4 Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$#
            Tidak layak fitrah Allah diganti atau dirubah. Ini adalah kalimat berita yang mengandung makna perintah, jadi seolah-olah dikatakan ”janganlah kalian mengganti agama Allah dengan kemusyrikan”.
            Penjelasannya bahwa akal manusia itu seakan-akan seperti lembaran yang putih bersih dan siap untuk menerima tulisan yang akan dituangkan di atasnya, dan ia seperti lahan yang dapat menerima semua apa yang akan ditanamkan kepadanya. Ia dapat menumbuhkan hanzal (yang buahnya sangat pahit) sebagaimanpun ia dapat menumbuhkan berbagai macam pohon-pohonan yang berbuah dan ia dapat menumbuhkan obat dan racun.
            Jiwa manusia itu datang kepadanya berbagai macam agama dan pengetahuan, lalu ia menyerapnya, akan tetapi hal-hal yang baiklah yang paling banyak diserapnya. Sebagaiman halnya dengan tumbuh-tumbuhan sebagian besar darinya mengandung racun dan yang tidak bermanfaat sangat sedikit. Danjiwa manusia itu tidak akan mengganti fitrah yang baik ini dengan pendapat-pendapat yang rusak melainkan dengan adanya seorang guru yag mengajarinya. Yang demikian adalah umpama dua orang yahudi dan nasrani. Seandaianya orangtua membiarkan anaknya, niscaya sang anak akan mengetahui dengan sendirinya, bahwa Tuhan itu satu, dan akalnya tidak akan menuntun kepada yang lain. Karena sesungguhnya ternakpun  tidak akan terpotong-potong telinganya atau bagian tubuh lainnya kecuali karena faktor dari luar dirinya. Demikian pula lembaran akal, ia tidak akan terkena pengaruh melainkan dari luar yang menyesatkan tanpa ia sendiri.
šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$#
            Hal yang aku perintahkan kepada kalian itu, yaitu ajaran tauhid, ia adalah agama yang haq, tiada kebengkokan dan tiada pula penyimpangan di dalamnya.
 ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ
            Akan tetapi kebanyakan manusia tidak megatahui, demikian karena mereka tidak mau menggunakan akal guna memikirkan bukti-bukti yang jelas yang menunjukan kepada ketauhidan ini. Seandainya mereka mengatahui hal tersebut dengan sebenar-benarnya, niscaya mereka akan mengikutinya, dan mereka tidak akan menghalang-halangi manusia yang menyerap nur-Nya. Dan pasti mereka tidak akan menurunkan penghalang-penghalang yang menghambat masuknya sinar ketauhidan kepada diri manusia.[13]

øŒÎ)ur xs{r& y7/u .`ÏB ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä `ÏB óOÏdÍqßgàß öNåktJ­ƒÍhèŒ öNèdypkô­r&ur #n?tã öNÍkŦàÿRr& àMó¡s9r& öNä3În/tÎ/ ( (#qä9$s% 4n?t/ ¡ !$tRôÎgx© ¡ cr& (#qä9qà)s? tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# $¯RÎ) $¨Zà2 ô`tã #x»yd tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÐËÈ
172.  Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)",

øŒÎ)ur xs{r& y7/u .`ÏB ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä `ÏB óOÏdÍqßgàß öNåktJ­ƒÍhèŒ öNèdypkô­r&ur #n?tã öNÍkŦàÿRr& àMó¡s9r& öNä3În/tÎ/ ( (#qä9$s% 4n?t/ ¡ !$tRôÎgx©
   Dan ceritakanlah kepada umat manusia seluruhnya tentang janji naluri (fitrah) yang telah diambil Allah terhadap umat manusia seluruhnya, bahwa Allah telah mengeluarkan dari Bani Adam keturunan mereka, kandungan demi kandungan, dan Dia ciptakan mereka membawa fitrah Islam yaitu dengan menaruh dalam hati mereka pembawaan iman yang yakin, bahwa setiap pekerjaan pasti ada yang mengerjakannya, dan bahwa diatas segala alam yang berjalan berdasarkan undang-undang sebab-musabab pastilah ada sesuatu kekuatan yang Maha Tinggi menguasai seluruh yang ada ini, dan Dialah semata-mata yang berhak disembah.
            Dan katakan juga, bahwa allah  mempersaksikan tiap-tiap orang dari anak manusia itu, yang lahir generasi demi generasi atas diri mereka sendiri, tentang apa yang taruh dalam naluri dan bakat mereka seraya berfirman kepada mereka dengan firman yang berupa iradah dan penciptaan bukan firman yang berupa wahyu dan penyampaian (tablig). Firman-Nya, ” Bukankan Aku ini adalah Tuhanmu?”
            Maka manusia menjawab dengan bahasa tingkah laku mereka, bukan dengan bahasa perkataan, ”betul, engkau adalah Tuhan kami, dan hanya Engkaulah yang patuh di sembah.”
cr& (#qä9qà)s? tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# $¯RÎ) $¨Zà2 ô`tã #x»yd tû,Î#Ïÿ»xî
Sesungguhnya kami lakukan ini, maksudnya supaya kamu semnua tidak bisa berkilak pada hari kiamat atas kemusyrikan yang kamu lakukan, dengan mengatakan,”sesungguhnya kami memang lalai terhadap keesaan Tuhan.” dengan demikian alasan tidak tahu menahu yang mereka ajukan tak bisa diterima. Karena mereka sebenarnya telah dilarang melakukan kemusyrikan dengan adanya tanda-tanda bukti keesaan Allah, di samping mereka diberi bakat mampu mencari kebenaran dan menjauhkan syirik dari hati mereka.[14] 

4. Kesesuaian dengan Akal Sehat (ligis)
öqs9 tb%x. !$yJÍkŽÏù îpolÎ;#uä žwÎ) ª!$# $s?y|¡xÿs9 4 z`»ysö6Ý¡sù «!$# Éb>u ĸöyèø9$# $£Jtã tbqàÿÅÁtƒ ÇËËÈ
Artinya:
” Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.
                                                                                                  (Q.S al-Ambiyya: 22)
           
öqs9 tb%x. !$yJÍkŽÏù îpolÎ;#uä žwÎ) ª!$# $s?y|¡xÿs9
            Sekiranya di langit dan di bumi ada Tuhan selain allah, niscaya keduanya akan roboh dan yang ada pada keduanya akan binasa. Hal ini disebabkan jika pada keduanya terdapat dua Tuhan, maka akan terjadi dua kemungkinan: apakah keduanya akan bertentangan atau bersepakat berbuat terhadap alam. Kemungkinan  yang pertama jelas batil, kerena barangkali keduanya akan melakukan kehendak secara berbarengan: maka salah satu diantara keduanya berkehendak ingin melakukan sesuatu, sedang yang kedua tidak berkehendak. Sehingga mereka berselisih dalam mengadakan dan meniadakan sesuatu: barang kali pula salah satu diantara  mereka berkehendak untuk melaksanakan maksudnya, sedang yang lain tidak. Sehingga yang tidak berkehendak itu menjadi lemah. Tuhan tidak bersifat demikian. Kemungkinan kedua pun batil, karena apabila keduanya melakukan atau mengadakan sesuatu secara bersama-sama, maka akan ada penciptaan satu makhluk oleh dua pencipta.
            Setelah menetapkan dengan dalil  bahwa yang mengatur lanit dan bumi hanya satu, dan bahwa yang sati taidak lain hanyalah Allah, selanjutnya Allah berfirman:
 4 z`»ysö6Ý¡sù «!$# Éb>u ĸöyèø9$# $£Jtã tbqàÿÅÁtƒ
            Maha suci Allah pemilik ’Arsy yang meliputi alam dan pusat pengaturannya, dari apa yang dikatakan oleh –oarang-orang yang musyrik bahwa Dia mempunyai anak dan sekutu.[15]

5. Cara memelihara aqidah islam.
ö@è% ¨bÎ) ÎAŸx|¹ Å5Ý¡èSur y$uøtxCur ÎA$yJtBur ¬! Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÏËÈ
Artinya:
” Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
                                                                                                (Q.S. Al-An’am: 162)

            Yang dimaksud shalat adalah mencakup shalat fardhu maupun shlat sunnah.
            An-Nusuk : ibadah, dan An-Nasik : perilaku ibadah tersebut.

            Kata-kata ini banyak digunakan untuk arti ibadah haji. Sedang yang dimaksud hidup dan matinya nabi, hanyalah untuk allah, ialah bahwa belian benar-benar telah menghadapkan hatinya dan memusatkan niat untuk seluruh hidupnya demi ketaan kepada Allah dan ridha-Nya. Juga untuk didarmakan pada jalan-Nya, sehingga beliaupun mati dalam keadaan demikian, sebagaiman ketika hidup.
            Ayat ini mencakup segala amal shaleh yang merupakan tujuan hidup dari seorang mu’min bertauhid dan sebagai simpanan buat matinya, termasuk di dalam keikhlasannya kepada Allah, Tuhan semesta alam.
            Oleh sebab itu seharusnyalah seorang yang beriman menetapkan hatinya agar hidupnya hanya untuk Allah, matinya pun untuk allah, sehingga ia senantiasa menginginkan kebaikan, kesalehan, dan perbaikan  dalam setiap amal yang dia lakukan, dan mencari kesempurnaan untuk dirinya, dengan harapan bisa mati dengan kematian yang diridhai Allah. Sebaliknya ia tida menginginkan kelezatan-kelezatan kehidupan ini, lalu jangan takut menghadapi mati yang menyebabkan ia enggan berjuan di  jalan Allah, disamping ia wajib menegakan keadilan, mencegah orang-orang yang melakukan kejahatan, menyuruh beramal yang ma’ruf dan mencegah  kemunkaran.
            Di sini shalat disebutkan secara tersendiri, sekalipun ia sudah termasuk dalam nusuk, karena ruhnya adlah doa pengagungan terhadap Tuhan yang disembah, menghadapkan hati kepada-Nya, dan merasa takut kepada-Nya. Hal yang bisa dimasuki kemusyrikan, yaitu kalau dilakukan oleh orang-orang yang berlebih-lebihan dalam mengagungkan orang-orang yang shaleh, serta  hal-hal yang dapat mengingatkan kepada mereka, seperti kuburan orang-orang yang shaleh, dan patung-patung mereka.
            Kesimpulannya, bahwa tidak sepatutnya ibadah itu kecuali kepada Allah. Tuhan seluruh  hamba dan pencipta mereka. Barang siapa yang menghadapakan  hatinya kepada Allah, juga kepada selain Allah, sekalipun kepada hamba-hamba Allah yang dimuliakan atau kepada makhluk yang diangap agung, maka dia adalah orang yang musyrik, Allah tidak menerima ibadahnya kecuali iabdah yang murni, dihadapkan kepada Zat-Nya yang mulia.[16]
6. Ruang Lingkup Aqidah Islam

!$tBur (#ÿrâÉDé& žwÎ) (#rßç6÷èuÏ9 ©!$# tûüÅÁÎ=øƒèC ã&s! tûïÏe$!$# uä!$xÿuZãm
Artinya:
”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.”
                                                                                                (Q.S. Al-bayyinah: 5)

            Mereka berpecah dan saling berselisih, padahal sebenarnya mereka hanya diperintahkan untuk melakukan hal-hal yang merupakan kebijaksanaan agama dan kepentingan duniawi mereka. Merekapun  hanya diperintahkan untuk melakukan hal-hal yang dapat mengantarkan mereka kepada kebahagian dunia atau kebahagiaan mereka kelak jika kembali kehadapan Allah. Misalanya, beramal dengan ikhlas karena Allah, baik sendirian maupun dengan banyak orang, dan membersihkan diri dari menyekutukan Allah.[17]

t,Åur tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿŸ2 4n<Î) tL©èygy_ #·tBã (
Artinya:
” Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-rombongan.”
                                                                                                (Q.S. Az-Zumar: 71)
            Dan orang-orang yang kafir kepada Tuhan, mereka yang menyekutukan-Nya dengan patung-patung dan berhala, digiring dengan keras menuju jahannam kelompok demi kelompok secara terpisah sebagian dibelakng sebagian lainnya sesuai dengan urutan tingkatan-tingkatan mereka masing-masing dalam soal kesesatan dan kejahatannya, dibarengi gertakan ancaman dan janji yang buruk, se bagaiman orang-orang jahat di dunia digiring menuju penjara kelompok demi kelompok disertai dengan hinaan dan perendahan dengan berbagai cara.[18]

t,Åur šúïÏ%©!$# (#öqs)¨?$# öNåk®5u n<Î) Ïp¨Zyfø9$# #·tBã (
Artinya:
”Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam syurga berombong-rombongan (pula).”
                                                                                                (Q.S. Az-Zumar: 73)
            Dan orang-orang yang bertakwa digiring menuju surga kelompok demi kelompok di atas kendaraan masing-masing, se bagai perutusan menuju surga. Pertama-tama, orang yang didekatkan kepada Allah(muqarrbun) disusul oleh orang-orang yang baik (abror), kemudian kelompok berikutnya, disusul ole kelompok berikutnya lagi. Masing-masing kelompok terdiri dari orang-orang yang sederajat. Para nabi sekelompok dengan para nabi, dan orang-orang yang shidiq bersama orang-orang yang shidiq, para syuhada bersama para syuhada, dan para ulampun  bersama para ulama.
            Yang dimaksud digirng disini (as-sauq) adalah mereka dipercepat menuju negeri kemuliaan dan keridhaan, se bagaiman dipercepatnya para delegasi terhormat yang datang kepada seorang raja. Sedang  yang di maksud dengan penggiringan pada ayat sebelumnya adalah, bahwa mereka dihalau menuju azab dan kerendahan, sebagaimana yang dilakukan terhadap seorang tawanan ketika dia digiring menuju penjara atau akan dibunuh. Maka, betapa jauh perbedaan antara dua macam penggirngan tersebut.[19]







BAB II
AKHLAK, ETIKA, MORAL
DAN BUDI PEKERTI
1. Sumber Akhlak
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ
Artinya:
”Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
                                                                                                        (Q.S. Al-ahzab: 21)

            Ayat yang mulia ini merupakan prinsip utama dalam meneladani Rasulullah saw. Baik dalam  ucapan, perbuatan, maupun prilakunya. Ayat ini merupakan printah Allah kepada manusia agar meneladani Nabi saw. Dalam peristiwa al-ahzab, yaitu meneladani kesabaran, upaya dan penantiannya atas jalan keluar yang diberikan Allah Azza wa jalla. Semoga s halawat dan salam Allah senantiasa dilimpahkan kepadanya hingga hari kiamat. Karena itu, Allah ta’ala berfirman kepada orang-orang yang hatinya kalut dan guncang dalam peristiwa al-Ahzab, ”Sesungguhnya telah ada pada diri rasulullah suri tauladan yang baik bagimu.” maksudnya, mengapa kamu tidak mengikuti dan meneladani prilaku Rasulullah saw.? Karena itu, Allah ta’ala berfirman, ” Yaitu bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan  hari kiamat. Dan dia banyak mengingat Allah.”[20]

2. Ruang Lingkup Akhlak
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Artinya:
” Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
                                                                                                (Q.S. Az-Zariyyat: 56)

            Maksud ayat di atas  adalah, sesungguhnya aku mencipkan mereka itu dialah agar Aku menyuruh mereka beribadah kepada Ku, bukan karena Aku  membutuhkan mereka ; agar mereka mau baik-baik rela atau terpaksa melaksanakan  peribadan kepada Ku. Dan tidaklah Aku ini memerintahkan mereka untuk beribadah kepada-Ku melainkan karena Aku sajalah yang berhak untuk disembah. Bila mereka telah menserikatkan peribadatan  kepada yang  selain Aku, maka kemurkaan-Ku akan segera menimpa mereka, akan tetapi, bila mereka mentauhidkan Aku didalam peribadatan,  maka Aku akan meridhai mereka dan akan memasukan mereka kedalam surga-Ku. Dan tidak diragukan lagi bahwa ini semua adalah rahmat dari pada-Nya terhadap semua hamba-Nya. Yakni, penjelasan perkara ini kepada mereka sehingga mereka mengamalkan apa yang mereka ketahui itu sesuai dengan cara yang diridhai oleh Allah SWT merupakan  rahmat-Nya. Sedangakan Allah sama sekali tidak mempunyai kepantingan apa-apa terhadap mereka. Dia adalah Maha Kaya, tidak perlu kepada semua yang terdapat di alam ini.[21]

$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Y9$# (#rßç6ôã$# ãNä3­/u Ï%©!$# öNä3s)n=s{ tûïÏ%©!$#ur `ÏB öNä3Î=ö6s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇËÊÈ
Artinya:
”Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,”
                                                                                                (Q.S. Al-baqarah: 21)
            Muhammad bin Ishak berkata melalui sanad dari Ibnu Abbas, ” Hai manusia,  sembahlah kepada Tuhan-Mu,” ayat ini merupakan khittab kepada kaum  kafir dan kaum munafik. Maksud ayat itu adalah esakan Tuhan  kamu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu. Dalam ayat ini, Allah yang Maha Suci lagi  Mahatinggi menjelasakan keesaan uluhiyyah-Nya bahwa Dia yang memberikan nikmat kepada hamba-hamba-Nya dengan mengeluarkan mereka dari tiada kepada ada serta menyempurnakan bagi mereka nikmat lahiriyah dan batiniyyah, yaitu Dia menjadikan bagi mereka Bumi sebagai hamparan seperti tikar yang dapat diinjak-injak, setabil dan dikokohkan dengan gunung-gunung yang menjulang. [22]


(#qà)ÏÿRr&ur Îû È@Î6y «!$# Ÿwur (#qà)ù=è? ö/ä3ƒÏ÷ƒr'Î/ n<Î) Ïps3è=ök­J9$# ¡ (#þqãZÅ¡ômr&ur ¡ ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏZÅ¡ósßJø9$#
Artinya:
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
(Q.S. Al-Baqarah: 195)

            Al-Bukhari meriwayatkan dari Huzaifah bahwa ayat,”dab belanjakanlah dijalan allah, dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri kedalam kebinasaan”. Diturunkan berkaitan dengan masalah infak. Ibnu Abbas dan sekelompok  tabi’in meriwayatkan hal yang senada dengan di atas.
Al-Laits bin Sa’ad menceritakan dari Aslam Abi Imran, dia berkata, ”Seseorang dari kelompok imigran muslim di konstantinopel menyerang barisan musuh lalu diantara mereka ada yang dibakar. Ikut pula bersama kami Abu Ayub al-anshari. Lalu orang-orang berkata, ”orang itu telah menjerumuskan dirinya ke dalam jurang kebinasaan.” Namun Abu ayub berkata, ”Kami tahu bahwa ayat ini diturunkan berkaitan dengan kasus kami. Kami telah menemani Rasulullah. Kami mengalami kejadian bersama beliau dan kami menolong beliau. Setelah islam menyebar dan unggul, kami kelompok Anshar merasa bersuka cita. Maka kami berkata, ” sesungguhnya Allah telah memuliakan kami melalui persahabatan dengan nabi saw. Dan pemberian pertolongan kepadanya sehingga Islam menjadi terkenal dan banyak pemeluknya. Kami kemudian memprioritaskan masalah keluarga, harta kekayaan, dan anak karena peperangan telah melahirkan nestapa. Kami kembali kepada istri dan  anak-anak kami dan menetap bersama mereka. Maka diturunkan ayat yang berekaitan dengan kami, yaitu ”Dan belanjakanlah dijalan Allah dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. Jadi kebinasaan itu karena kami tetap berkumpul bersama keluarga, mengutamakan kekayaan, dan meninggalakan jihad.” keterangan ini diriwayatkan oleh Abu Daud, tirmidzi dan Nasa’i.[23]
          Dari Nu’man bin Basyir dikatakan bahwa ayat itu diturunkan erkaitan dengan seorang laki-laki yang melakukan dosa besar. Orang itu berkeyakinan bahwa dosanya tidak akan diampuni, berarti dia menjerumuskan dirinya kedalam kebinasaan karena ia akan terus memperbanyak kesalahan sampai ia binasa. Kandungan ayat ini  agar berinfak dijalan Allah dalamberbagai segi amal kedekatan dan ketaatan, terutama menggunakan harta untuk memerangi musuh dan menyerahkan kepad sektor yang dapat memperkuat kaum muslimin dalam melawan musuhnya, serta memberitahukan bahwa meninggalakan perbuatan itu merupakan kebinasaan dan kehancuran bagi orang yang membiasakan dan bercokol di dalamnya.[24]

(#rßç6ôã$#ur ©!$# Ÿwur (#qä.ÎŽô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Í$pgø:$#ur ÏŒ 4n1öà)ø9$# Í$pgø:$#ur É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# $tBur ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷ƒr& 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä `tB tb%Ÿ2 Zw$tFøƒèC #·qãsù ÇÌÏÈ
Artinya:
” Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[294], dan teman sejawat, ibnu sabil[295] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”
                                                                                                            (Q.S. An-Nisa: 36)

            Allah yang Mahasuci lagi Mahatinggi menyuruh supaya beribadah kepada-Nya yang Esa tidak ada sekutu bagi-Nya, karena Dialah yang menciptakan,  memberikan nikmat,dan memberi karunia kepada makhluk-Nya sepanjang masa dan keadaan. Dialah yang paling berhak, dibanding makhluk, untuk diesakan dan tidak disekutukan dengan apapun diantara makhluk-makhluk-Nya sebagaimana Nabi saw bersabda kepada Muadz bin Jabal,”Tahukah kamu, apa yang menjadi hak Allah yang  menjadi kewajiban hamba-Nya? Muadz menjawab, Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui. Nabi bersabda, hendaknya kamu menyembah-Nya dengan apa pun. Kemudian Nabi saw bertanya, apa hak hamba yang akan diberikan Allah, jika mereka melakukan hal itu?ialah Dia tidak akan mengazab mereka.”
            Kemudian Allah mengajarkan supaya berbuat kepada ibu bapak, karena Allah telah menjadikan keduanya sebagai sarana guna mengeluarkan kamu dari tiada menjadi ada. Betapa  banyaknya ayat yang menyertakan peribadahan kepada-Nya dengan berurusannberbuat baik kepada kedua orang tua, Allah berfirman, ”Hendakalah kamu bersyukur kepada Ku dan kepada kedua orang tuamu” dan firman Allah, ” Dan Tuhan telah menetapkan bahwa kamu tidak boleh beribadah kecuali hanya kepada-Nya dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” kemudia Allah melanjutkan pesan berbuat baik kepada kedua orang tua dengan pesan berbuat baik kepada karib kerabat,  baik laki-laki maupun perempuan, kepada anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, teman dekat, ibnu sabil, dan budak yang kamu miliki.[25]

$uZøŠ¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷ƒyÏ9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $·Z÷dur 4n?tã 9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# Í< y7÷ƒyÏ9ºuqÎ9ur ¥n<Î) 玍ÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ
Artinya:
 ”Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.”
                                                                                                (Q.S. Luqman : 14)

$uZøŠ¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷ƒyÏ9ºuqÎ/
            Dan kami perintahkan kepada manusia supaya berbakti dan taat kepada kedua orang tuanya, serta memnuhi hak-hak keduanya. Di dalam Al-Qur’an sering kali desebutkan taat kepada Allah dibarengi dengan berbakti kepada kedua orang tua, yaitu seperti yang telah disebutkan di dalam firman-Nya:
* 4Ó|Ós%ur y7/u žwr& (#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$­ƒÎ) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) 4
Artinya:
” Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya”.
                                                                                                            (Q.S. Luqman : 23)
            Selanjutnya Allah SWT, menyebutkan jasa ibu secara khusus terhadapa anaknya, karena sesungguhnya di dalam hal ini terkandung kesulitan yang sangat berat bagi pihak ibu. Untuk itu Allah berfirman:
çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $·Z÷dur 4n?tã 9`÷dur
            Ibu telah mengandungnya, sedang ia dalam keadaan lemah yang bertambah disebabkan makin besarnya kandungan sehingga ia melahirkan, kemudian samapai dengan selesai masa nifasnya.
            Kemudian Allah menyebutkan jasa ibu yang lain, yaitu bahwa ibu telah memperlakukan dengan penuh kasih sayang dan telah merawatnya dengan penuh sebaik-baiknya sewaktu ia tidak  mampu bebuat sesuatu apapun bagi dirinya. Untuk itu Allah berfirman:
¼çmè=»|ÁÏùur Îû Èû÷ütB%tæ
            Dah menyapihnya dari persusuan sesudah ia dilahirkan dalam jangka waktu dua tahun. Selama itu ibu mengalami berbagai masa kerepotan dan kesulitan dalam rangka mengurus keperluan bayinya. Hal ini tiada yang dapat menghargai pengorbanannya selain yang hanya Maha mengetahui keadaan ibu, yaitu Tuhan yang tiada sesuatu pun samar bagi-Nya baik dilangit maupun di bumi.
            Allah memerintahkan berbuat baik kepada kedua orang tua, akan tetapi Dia menyebutkan penyebab dari pihak ibu saja, karena kesulitan yang dialaminya lebih besar, ibu telah mengandung anaknya dengan susah payah, kemudia melahirkan dan merawatnya siang malam.
            Selanjutnya Allah menjelaskan pesan-Nya melalui firman berikut:
Èbr& öà6ô©$# Í< y7÷ƒyÏ9ºuqÎ9ur
            Dan kami perintahkan kepadanya, bersyukurlah kau kepada Ku atas semua nikmat yang telah Ku limpahkan kepadamu, dan bersyukur pulalah kepada kedua ibu  bapakmu. Karena sesungguhnya keduanya itu merupakan  penyebab keberadaanmu. Dan keduanya telah merawatmu dengan baik, yang untuk itu keduanya mengalami berbagai macam kesulitan sehingga kamu menjadi tegak dan kuat.[26]




BAB III
FUNGSI AQIDAH
1. Adab Makan
$ygƒr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ Ÿwur (#qãèÎ6®Ks? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNä3s9 Arßtã îûüÎ7B ÇÊÏÑÈ
Artinya:
168.  Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
                                                                                                                                (Q.S. Al-Baqarah: 168)
                Ajakan ayat diatas ditunjukan bukan hanya kepada orang-orang yang beriman- tetapi untuk selluruh manusia-seperti terbaca di atas. Hal ini menunjukan bahwa bumi disiapkan oleh Allah untuk seluruh manusia, mukmin atau kafir. Setiap upaya dari siapapun untuk memonopoli hasil-hasilnya, baik ia kelompok kecil ataupun besar, kleuarga, suku, bangsa arau kawasan, dengan merugikan yang lain, maka itu bertentangan dengan ketentuan Allah. Karena itu Allah, semua manusia diajak untuk makan makanlah yang halal yang ada di bumi.
            Tidak semua yang ada di bumi otomatis halal dimakan atau digunakan. Allah menciptakan ular berbisa, bukan untuk dimakan, tetapi antara lain digunakan bisanya sebagai obat. Ada burung-burung yang diciptakan untuk memakan serangga yang merusak tanaman. Dengan demikian, tidak semua yang ada di bumi menjadi makanan halal, karena yang diciptakan semuanya bukan hanya untuk dimakan manusia, walau semua untuk kepentingan manusia. Karena itu Allah memerintahkan untuk memakan makanan yang halal.
            Namuan demikian tidak semua makanan yang halal otomatis baik.karena yang dinamai halal terdiri dari empat macam: wajib, sunah, mubah, dan makruh. Aktivitas pun demikian. Ada aktivitas yang walaupun halal namun makruh atau sangat tidak disukai Allah, seperti misalnya pemutusan hubungan. Selanjutnya tidak semua yang halal sesuai dengan kondisi masing-masing. Ada yang halal buat si A yang memiliki kondisi kesehatan tertentu, dan ada juga yang kurang baik untuknya, walau baik buat yang lain. Ada makanan yang halal tapi kurang bergizi, dan ketika itu ia menjadi kurang baik. Maka yang diperintahkan Allah diatas adalah yang halal lagi baik.
            Makanan yang atau aktuvitas yang berkaitan dengan jasmani, seringkali digunakan setan  untuk memperdaya manusia, akrena itu lanjutan ayat ini mengingatkan, dan janganlah kmu mengikuti langkah-langkah setan;[27]
           

حَدَثَنَا اِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُوْرِ: حَدَثَنَا عَبْدُ الصًّمَدِ بْنِ الْوَارِثِ: حَدَثَنَا هِشَِامٌ الدَسْتَوَائِيُّ عَنْ يَحْيَى بْنِ اَبِى كَثِيْرٍ, عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ اَبِى قَتَادَةَ, عَنْ اَبِيْهِ: اَنَّ رَسُولُ اللهِ ص.م. قَالَ: اِذَا شَرِبَ اَحَدُكُمْ فَلاَ يٍَتَنَفّسْ فِيْ الاِنَاءِ. رواه الترميذ.
Artinya:
Bila salah satu diatara kalian minum, maka janganlah menghembuskan nafas dalam tempat minum.
          ( H.R. At-Tirmidzi)[28]

عَنْ وَحْشِىّ بنِ حَرْبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: اَنَّ أَصْحَابَ رَسُولِ اللهِ ص.م قَالُوا: يَا رَسُوْلَ اللهِ اِنَا نَأْكُلُ وَلاَنَشْبَعُ, قَالَ: فَلَعَلَّكُمْ تَفْتَرِقُوْنَ, قَالُوْا: نَعَمْ, قَالَ: فَاجْتَمِعُوْا عَلَى طَعَامِكُمْ, وَاذْكُرُوْا اسْمَ اللهِ يُبَارِكْ لَكُمْ فِيْهِ. رواه ابوداود
Artinya:
Wahsyi bin Hareb r.a. berkata: sahabat Nabi saw mengadu: Ya Rasulullah, kami makan dan tidak merasa kenyang, jawab nabi: mungkin kamu makan sendiri-sendiri. Jawab mereka: benar. Bersabda Nabi saw: berkumpulah pada makananmu, dan bacalah BISMILAH, niscaya diberi berkah pada makanan itu.[29]
(H.R. Abu Daud)


حديث أبى هريرة رصي الله عنه. قال: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهُ ص.م, يَقُوْلُ: حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ: رَدُّ السَّلاَمِ, وَعِيَادَةُ المَرِيْضِ, وَاتِّبَاعُ الجَائِزِ, وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ, وَتَشْمِيْتُ العَاطِسِ. اخرجه البخارى
Artinya:
Dari Abu  Hurairah ra, berkata: Saya telah  mendengar Rasulullah Saw bersabda: Kewajiban seorang muslim terhadap sesama muslim ada lima: menjawab salam, menjenguk orang sakit, menghantar jenazah, mendatangi undangan, mendo’akan orang bersin jika membaca Alhamdulillah
(H.R. Al-Bukhari)[30]


2. Adab Bergaul Dengan sesama Muslim dan Sesama Mausia

¨#sŒÎ)ur LäêŠÍhãm 7p¨ŠÅstFÎ/ (#qŠyssù z`|¡ômr'Î/ !$pk÷]ÏB ÷rr& !$ydrŠâ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. 4n?tã Èe@ä. >äóÓx« $·7ŠÅ¡ym ÇÑÏÈ
Artinya:
86.  Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa) Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.
                                                                                                            (Q. S. An-Nisa: 86)
            Apabila seorang  mengucapkan selamat kepada kalian dengan suatu ucapan selamat, maka balaslah ia dengan ucapan yang serupa atau dengan yang lebih  baik daripadanya. Maka jika ada orang yang mengucapkan “ Assalamu’alaikum”, ucapkanlah “wa’alaikum salam” ditambah ‘Warahmatullahi Wabarakatuh”, apabila ucapan selamat itu “Assalamu;alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh.” Maka jawablah “Wa’alaikum Salam Warahmatullahi Wabarakatuh. Demikianlah, hendaknya balasan orang yang menjawab lebih dari dua ucapan orang yang memulai satu kata atau lebih.
            Jawaban yang baik kadang-kadang bisa dilakukan dengan makna maupun cara penyampaiannya, meskipun dengan kata-kata yang sama diucapkan oleh orang yang memulai atau lebih pendek dari itu. Jika ada orang yang mengucapkan salam kepada anda dengan suara yang rendah yang menunjukan kurangnya perhatian, lalu anda membalas dengan suara yang yang lebih keras dan penyambutan yang menunjukan besarnya perhatian, penyambutan dan penghormatan, berarti anda telah membalasnya dengan ucapan selamat yang lebih baik, dilihat dari sifatnya, meskipun kata-katanya sama.[31]







[1] Sayyid Quthb, Terjemah Tafsir Fi zhilalil Qur’an, Jakarta, Juz 1. hlm 65
[2] Ahmad Mustofa Al-Maragi, Tarjamah Tafsir Al-Maragi,Semarang, Juz 7. hlm 289.
[3] Ahmad Mustofa Al-Maragi, Tarjamah Tafsir Al-Maragi,Semarang, Juz 7. hlm 290.
[4] Ahmad Mustofa Al-Maragi, Tarjamah Tafsir Al-Maragi,Semarang, Juz 25. hlm 43.
[5] Ahmad Mustofa Al-Maragi, Tarjamah Tafsir Al-Maragi,Semarang, Juz 25. hlm 44.
[6] Ahmad Mustofa Al-Maragi, Tarjamah Tafsir Al-Maragi,Semarang, Juz 25. hlm 45.
[7] Ahmad Mustofa Al-Maragi, Tarjamah Tafsir Al-Maragi,Semarang, Juz 3. hlm 300.
[8] Ahmad Mustofa Al-Maragi, Tarjamah Tafsir Al-Maragi,Semarang, Juz 1. hlm 328.
[9] Ahmad Mustofa Al-Maragi, Tarjamah Tafsir Al-Maragi,Semarang, Juz 1. hlm 329.
[10] Ahmad Mustofa Al-Maragi, Tarjamah Tafsir Al-Maragi,Semarang, Juz 1. hlm 329.
[11] Ahmad Mustofa Al-Maragi, Tarjamah Tafsir Al-Maragi,Semarang, Juz 1. hlm 330.
[12] Ahmad Mustofa Al-Maragi, Tarjamah Tafsir Al-Maragi,Semarang, Juz 1. hlm 331.
[13] Ahmad Mustofa Al-Maragi, Tarjamah Tafsir Al-Maragi,Semarang, Juz 21. hlm 83.
[14] Ahmad Mustofa Al-Maragi, Tarjamah Tafsir Al-Maragi,Semarang, Juz 9. hlm 190.
[15] Ahmad Mustofa Al-Maragi, Tarjamah Tafsir Al-Maragi,Semarang, Juz 17. hlm 30.
[16] Ahmad Mustofa Al-Maragi, Tarjamah Tafsir Al-Maragi,Semarang, Juz 8. hlm 158.
[17] Ahmad Mustofa Al-Maragi, Tarjamah Tafsir Al-Maragi,Semarang, Juz 35. hlm 374.
[18] Ahmad Mustofa Al-Maragi, Tarjamah Tafsir Al-Maragi,Semarang, Juz 24. hlm 62.
[19] Ahmad Mustofa Al-Maragi, Tarjamah Tafsir Al-Maragi,Semarang, Juz 24. hlm 66.
[20] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Tarjamah Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta, Juz 3. hlm 840
[21] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Tarjamah Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta, Juz 4. hlm 480
[22] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Tarjamah Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta, Juz 1. hlm 91
[23] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Tarjamah Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta, Juz 1. hlm 311
[24] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Tarjamah Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta, Juz 1. hlm 312
[25] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Tarjamah Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta, Juz 1. hlm 707
[26] Ahmad Mustofa Al-Maragi, Tarjamah Tafsir Al-Maragi,Semarang, Juz 21. hlm 154.
[27] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta, Juz 1.hlm379
[28] Abi ‘Isa Muhammad Ibn ‘Isa Ibn Surot Ibn Musa At-Tirmdzi, Jami’u Tirmidzi, Riyadh, Juz 1. hlm 442
[29] An-Nawawi,Imam Abu Zarkaria Yahya bin Syarf, Tarjamah Riadhus Shalihin, Bandung, Juz 1. hlm  599
[30] Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Terjemahan Al-Lu’lu Wal Marjan, Surabaya, Juz 2. hlm. 822
[31] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tarjamah Tafsir Al-Maraghi, Semarang, Juz 5. hlm179 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

photo's paintiNg

photo's paintiNg